Empat Faktor Gaya Hidup yang Berhubungan dengan Menurunnya Risiko Demensia Usia Muda

18
Empat Faktor Gaya Hidup yang Berhubungan dengan Menurunnya Risiko Demensia Usia Muda

Demensia awitan muda (YOD), yang didefinisikan sebagai demensia yang muncul sebelum usia 65 tahun, mempengaruhi setidaknya 3,9 juta orang di seluruh dunia – dan meskipun sering dikaitkan dengan penuaan, penyakit ini semakin dikenal sebagai suatu kondisi yang dipengaruhi oleh faktor gaya hidup yang dapat dimodifikasi. Bertentangan dengan asumsi umum, kecenderungan genetik hanya menyumbang 5-10% kasus YOD, yang berarti bahwa pilihan perilaku dan lingkungan memainkan peran yang jauh lebih besar. Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association mengidentifikasi empat kebiasaan utama yang terkait dengan risiko yang lebih rendah.

Hubungan Sosial: Kekuatan Interaksi Reguler

Kesepian dan isolasi sosial merupakan risiko kesehatan yang umum, dan penelitian ini menegaskan hubungannya dengan demensia. Para peneliti menemukan bahwa individu yang bertemu keluarga dan teman lebih dari sekali dalam sebulan memiliki penurunan risiko YOD. Mereka yang bersosialisasi sebulan sekali atau kurang menghadapi peningkatan risiko yang signifikan. Hal ini menggarisbawahi pentingnya interaksi manusia secara teratur untuk kesehatan kognitif, menunjukkan bahwa menjaga ikatan sosial yang kuat adalah langkah proaktif menuju pencegahan demensia.

Kadar Vitamin D: Kekurangan Penting yang Harus Dihindari

Kekurangan vitamin D yang parah – didefinisikan sebagai kadar darah di bawah 10 ng/mL – dikaitkan dengan risiko YOD yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa tingkat rendah tersebut dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia sebesar 50% secara umum. Prinsipnya sederhana: pastikan asupan vitamin D yang cukup. Suplementasi telah terbukti menurunkan kejadian demensia hingga 40% pada orang lanjut usia, dan mengoptimalkan kadar vitamin D tidak hanya mendukung fungsi kognitif tetapi juga kesehatan tulang, fungsi tiroid, dan pengaturan suasana hati.

Kekuatan Fisik: Kekuatan Genggaman sebagai Indikator Kognitif

Para peneliti mengukur kekuatan genggaman tangan sebagai prediktor penurunan kognitif, dan hasilnya jelas: peserta dengan kekuatan genggaman di atas rata-rata memiliki risiko YOD yang lebih rendah. Hal ini menyoroti hubungan antara kelemahan fisik dan kesehatan kognitif. Latihan penguatan, bahkan yang sederhana seperti membuka stoples atau ayunan kettlebell, dapat berkontribusi dalam menjaga ketahanan kognitif. Kekuatan genggaman adalah metrik yang mudah diukur dan mencerminkan kesehatan fisik secara keseluruhan dan dampaknya terhadap fungsi otak.

Konsumsi Alkohol Sedang: Nuansa Data

Temuan mengenai penggunaan alkohol lebih kompleks. Meskipun gangguan penggunaan alkohol yang didiagnosis meningkatkan risiko YOD, minum alkohol dalam jumlah sedang dikaitkan dengan risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan pantang total. Para peneliti berpendapat bahwa pola minum dalam jumlah sedang dan bahkan lebih banyak tampaknya bersifat melindungi. Namun, ini tidak berarti minum alkohol dianjurkan. Penelitian lain mengaitkan alkohol dengan peningkatan risiko demensia, dan alkohol membawa banyak risiko kesehatan lainnya. Jika mengonsumsi alkohol, disarankan untuk tidak berlebihan dan memilih pilihan rendah gula di awal hari.

Keempat kebiasaan ini menawarkan jalan nyata dalam mengurangi risiko YOD. Meskipun faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti diabetes, stroke, penyakit jantung, dan depresi juga berperan, menerapkan perubahan gaya hidup ini dapat sangat bermanfaat bagi mereka yang memiliki kondisi yang sudah ada sebelumnya. Meningkatnya prevalensi demensia memerlukan pencegahan proaktif, dan temuan ini memberikan langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti menuju masa depan kognitif yang lebih sehat.